Monday, 5 October 2015

Militer Pada Jaman Rasulullah SAW (Edisi HUT TNI Ke-70)

© Ilustrasi : sumber

Masih dalam suasana memperingati HUT TNI yang diselenggarakan hari Senin (5-10-2015). Kita patut bersyukur, karena kita memiliki kekuatan militer yang tangguh dan kuat yang bisa diandalkan dalam kerangka pertahanan Nasional. Berdasarklan survey yang dilakukan oleh GlobalfirePower.com militer Indonesia menempati urutan ke-12 diatas Australia dan Singapore. (Baca : countries-listing)

Tentunya ini suatu prestasi yang membanggakan yang kedepan patut terus kita tingkatkan sehingga kita benar-benar mampu mensejajarkan diri dengan negara-negara yang militernya jauh lebih kuat. Saya yakin dengan upaya modernisasi yang terus dilakukan di semua matra angkatan, melalui program MEF I & MEF II, Militer Indonesia lambat laun akan mampu menyaingi negara digdaya seperti Amerika serikat dan China.

Berbagai upaya terus dilakukan oleh pemerintah Indonesia dalam rangka pemenuhan MEF I & II ini, seperti melalui pembelian pesawat SU-35 (baca : pesawat-tempur-baru-indonesia-sukhoi35), pembelian helikopter Apache AH-64E(baca : boeing-awarded-indonesian-ah-64e-contract), Pengadaan kapal selam (baca : ini-alasan-pemerintah-beli-kapal-selam-dari-korea-selatan) Pembuatan Kapal Perusak (PKR) (baca : pt-pal-garap-kapal-perusak-kawal-rudal-pesanan-menhan) dan masih banyak pembelian-pembelian yang lain dalam kerangka modernisasi militer Indonesia.

Bagaimanapun juga kekuatan militer ideal adalah suatu tuntutan demi terciptanya keamanan Nasional. Setiap negara pasti akan menyediakan kekuatan tempur yang optimal demi menjaga kedaulatan negaranya. Tidak terkecuali, ketika kita menengok pada jaman Rasulullah SAW, dimana pada waktu itu kekuatan militer adalah salah satu ujung tombak dari pemerintahan Rasulullah SAW. 

Militer Di Jaman Rasulullah SAW

Jauh sebelum Pentagon menemukan MOUT, kepanjangan dari Military Operation on Urban Terrain atau suatu taktik perang militer baru yang diciptakan oleh Pentagon untuk mewaspadai perubahan sifat pertempuran yang tidak lagi berkutat di sekitar hutan belantara
ataupun padang pasir, namun peperangan pada lingkungan urban, Islam telah mengenal taktik dalam peperangan.
Sebab, militer dalam Islam, adalah salah satu bagian dari mempertahankan dakwah.
***
Dakwah dan jihad adalah wajib hukumnya bagi kaum Muslimin. Dengan dua metode yang telah digariskan oleh Allah Subhanahu wa Ta?ala (SWT) itu, kaum Muslimin bisa mencapai kemuliaan.
Jihad merupakan suatu upaya untuk mencapai keselamatan. Ia merupakan tuntunan Allah yang dapat mengantarkan manusia langsung masuk syurga.
Allah berfirman, ?Hai orang yang beriman. Aku akan menawarkan kalian sebentuk perdagangan menguntungkan yang akan menyelamatkan kalian dari hukuman yang pedih. Percayalah pada Allah dan Rasul-Nya dan perperanglah (jihad) di jalan Allah dengan harta dan diri kalian. Ini lebih baik untuk kalian. Jika kalian memiliki pengetahuan, Dia akan memaafkan dosa kalian, dan akan memasukkan kalian ke dalam syurga yang di bawahnya mengalir air dan rumah yang menyenangkan di dalam Surga ?Adn. Itulah balasan yang setimpal.? (Ash-Shaff: 10-12).
Salah satu bagian dari jihad adalah perang. Namun Islam tidak membenarkan segenap bentuk peperangan, kecuali jihad fii sabilillah (di jalan Allah). Dalam Islam, perang bukan sekadar untuk mencapai kemenangan atau merampas harta musuh. Perang lebih bertujuan untuk menjalankan kewajiban jihad di jalan Allah demi tegaknya izzul Islam wal Muslimin.
Rasulullah Shallallahu ?alaihi wa sallam (SAW) memerintah ummatnya untuk menekuni masalah ini. Bahkan Rasulullah sendiri membentuk pasukan militer pada awal dakwahnya di Madinah.
Untuk membentuk militer yang kuat, Rasulullah mewajibkan latihan militer bagi tiap laki-laki Muslim yang telah berusia 15 tahun. Wajib militer hukumnya fardhu kifayah. Hal itu berdasarkan firman Allah yang berbunyi, ?Dan perangilah mereka itu, sehingga tidak ada fitnah lagi dan (sehingga) ketaatan itu hanya semata-mata untuk Allah.? (Al-Baqarah: 193). Juga berdasarkan sabda Rasulullah, ?Perangilah orang-orang musyrik itu, dengan harta benda, tangan, dan mulut kalian.? (Riwayat Abu Dawud).
Golongan yang masuk militer disebut muqatila. Mereka ini adalah kelompok orang yang aktif berperang, yang kemudian membentuk kekuatan sebagai kaum penguasa yang memegang wilayah dengan menerapkan hukum Islam. Jumlah muqatila semakin meningkat tajam bersamaan dengan keberhasilan kaum Muslimin menduduki wilayah selatan Iraq dan Syiria, tempat bermukimnya suku-suku keturunan Arab.
Para muqatila-lah yang menjadi ujung tombak penyebaran Islam ke seluruh penjuru bumi. Mereka sudah ?menggadaikan? dirinya menjadi angkatan perang Allah. Setiap saat mereka siap berangkat ke medan jihad.
Atas jasa para muqatila, Islam mencapai masa kejayaan. Kejayaan ini sekaligus merupakan refleksi keimanan kaum Muslimin kepada Allah, kedekatan pada firman-Nya, dan aplikasi syariat-Nya. Mereka menjadikan Allah sebagai tujuan, Al-Qur`an sebagai undang-undang, Rasul sebagai panutan, jihad sebagai jalan hidup, dan mati syahid sebagai puncak cita-cita.
Kalahkan Pasukan Besar
Di jaman Nabi, kaum Quraisy terus memendam ambisi melenyapkan kaum Muslimin dari muka bumi. Saat itu, pengikut Nabi Muhammad Shallallahu ?alaihi wa sallam (SAW) telah hijrah dari Makkah ke Madinah.
Madinah merupakan kota penghubung antara Syam di utara dan Makkah di selatan. Letaknya sangat strategis. Namun inilah yang justru menimbulkan kekhawatiran orang-orang Quraisy. Dengan berada di Madinah, berarti kaum Muslimin menjadi pengganggu jalur perdagangan yang selama ini dilewati orang Quraisy. Tak ada pilihan lain kecuali orang-orang Islam harus dihancurkan.
Gelagat itu ditangkap dengan cermat oleh Rasulullah SAW. Demi mempertahankan eksistensi para pengemban risalah Nabi, dibentuklah angkatan perang. Dan rupanya, seluruh pengikutnya bersiap sedia menyabung nyawa demi menegakkan ajaran agama. Termasuk di antaranya adalah kaum perempuan, yang kelak di kancah peperangan banyak berperan di belakang layar.
Ada beberapa persyaratan yang ditetapkan Rasulullah bagi siapa saja yang hendak masuk militer. Dia ia harus beriman, sudah dewasa, laki-laki, mampu secara ekonomi, dapat izin dari orangtua, dan didasarkan niat yang baik. Kelak terbukti, persyaratan yang ditetapkan Nabi ini mampu mewujudkan tentara Islam menjadi sangat tangguh. Mereka tidak sekadar kuat secara fisik dan ahli strategi, tetapi juga memiliki daya juang yang luar biasa. Kalau orang kafir berperang untuk mencari hidup, maka kaum Muslimin justru berperang agar mati syahid. Mati adalah sesuatu yang justru dicari.
Bagi Rasulullah, persyaratan iman menjadi hal yang sangat penting. Inilah yang bisa menjadi pelecut semangat dan mendatangkan bantuan Allah. Sejarah mencatat, imanlah yang mampu menjayakan tentara Islam dalam arena Perang Badar (2 H atau 624 M). Angkatan perang Islam jumlahnya cuma 300 orang, sementara musuh berjumlah tiga kali lipat. Tetapi karena didukung oleh pertolongan Allah?yang merupakan buah dari keimanan– kaum Muslimin mampu meraih kemenangan.
Wajib Gunakan Strategi Militer
Tentara Allah tak cuma tangguh fisik dan mentalnya, tetapi juga cerdas. Ini terbukti dari kemampuannya mengatur strategi perang. Di samping Rasulullah sendiri, beberapa sahabat dikenal lihai bertempur, seperti Umar bin Khattab Radhiyallahu ?anhu (RA), Ali bin Abi Thalib RA, Salman Al-Farisi RA, Khalid bin Walid RA, dan banyak lagi yang lainnya.
Strategi jitu tercermin di kancah pertempuran Khandaq (5 H atau 627 M). Saat itu jumlah kaum Muslimin juga sedikit, namun berhasil mempertahankan kota Madinah dari serangan kaum Quraisy yang bersekutu dengan beberapa Kabilah Arab dan Yahudi.
Sebelum musuh datang, Salman Al-Farisi mengusulkan pembuatan parit untuk menghalangi lawan masuk kota. Rumah-rumah yang dihubungkan dengan lorong ditutup sehingga kota bagaikan benteng yang kokoh. Siasat ini terbukti sukses. Pasukan sekutu pimpinan Quraisy tidak berani masuk kota Madinah dan hanya bertahan di luar kota. Dalam keadaan seperti itulah seorang sahabat bernama Nu?aim bin Mas?ud mampu memperdaya dengan siasat adu domba sehingga musuh berpecah belah. Akhirnya pasukan sekutu itu pulang tanpa membawa hasil.
Taktik brilian juga diperlihatkan Khalid bin Walid ketika berkobar Perang Mu?tah (7 H atau 629 M). Kaum Muslimin yang jumlahnya 3.000 orang harus berhadapan dengan pasukan Romawi yang jumlahnya 200.000 orang. Beberapa mujahid berkalang tanah mencapai syahid.
Lain lagi taktik Rasulullah ketika hendak membebaskan Makkah. Nabi Muhammad SAW tidak memerintah untuk menyerang musuh, tetapi cukuplah menakut-nakutinya saja. Caranya dengan show of force (unjuk kekuatan). Pasukan kaum Muslimin yang jumlahnya mencapai 10.000 orang diinstruksikan untuk berkemah di dekat kota Makkah.
Rasulullah lantas memanggil Abu Sufyan, salah satu tokoh Quraisy, untuk mengadakan inspeksi atas gelar pasukan Islam tersebut. Begitu kembali ke Makkah, Abu Sufyan menceritakan kepada kaumnya betapa besar tentara kaum Muslimin yang berada di dekat negerinya. Sangat sulit untuk membendungnya.
Masyarakat Makkah akhirnya percaya omongan Abu Sufyan, karena beberapa saat kemudian pasukan berkekuatan besar itu mengadakan konvoi ke kota. Nabi Muhammad memerintah pasukannya memasuki Makkah melalui empat jurusan. Warga terpana sehingga berpikir ulang untuk melakukan perlawanan. Akhirnya Makkah dapat ditaklukkan tanpa pertumpahan darah.
Taktik kaum Muslimin kembali sukses ketika berperang melawan suku Hawazin dan Saqif yang dikenal memiliki tentara tanpa tanding. Tentara Muslimin sempat mengalami kekalahan karena dijebak dan disergap di celah-celah gunung. Namun pada pertempuran berikutnya, kaum Msulimin berhasil unggul. Pemimpin mereka, Malik bin Auf, melarikan diri ke Thaif, tempat tinggal suku Saqif yang tanahnya kaya dan subur, serta dikelilingi benteng kokoh.
Rasulullah dan pengikutnya mengepung Thaif. Tentara Islam menyiapkan al-manjaniq (pelempar batu untuk merontokkan tembok) dan ad-dabbabah (pelindung pasukan ketika hendak mendobrak tembok) untuk menembus pertahanan musuh. Tetapi pihak Saqif rupanya cukup lihai. Ad-dabbabah itu disiram dengan cairan besi panas sehingga terbakar. Namun kaum Muslimin tidak kurang akal. Kota Thaif diblokade dari berbagai penjuru dan kawasan diancam akan dibakar sehingga punahlah hasil bumi yang melimpah itu. Akhirnya musuh menyerah dan masuk Islam.* (Bahrul Ulum) (Sumber)


No comments:

Post a Comment