Friday, 30 October 2015

Ujaran Kebencian (Hate Speech) dalam Kehidupan Beragama dan Bermasyarakat


© Ilustrasi : suryaformosa.com

Surat Edaran (SE) Nomor SE/6/X/2015 yang menyebutkan bahwa ujaran kebencian dapat berupa tindak pidana yang diatur dalam kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan ketentuan pidana lainnya di luar KUHP. Surat Edaran ini  dirilis oleh Kepala Polri Jenderal Badrodin Haiti yang dikeluarkan pada 8 Oktober 2015 lalu, Dengan demikian warga masyarakat, khussunya bagi pengguna internet (netizen), untuk ekstra hati-hati dalam menyampaikan pendapat di ruang public, khususnya di jejaring sosial.

Fakta Media On-Line dan Penggunanya

Belakangan ini kalau kita menggunakan berbagai macam media On-Line, baik Facebook, youtube,  maupun  media online yang lain, sering kali kita menjumpai bebagai macam komentar  yang bernada negatif, bahkan cenderung komentar tersebut bertendensi menghujat melalui kata-kata kotor yang tidak pantas untuk di ucapkan. Gelombang perang netizen di media online ini semakin gemuruh tatkala Pemilihan Presiden berlangsung beberapa bulan yang lalu, simpatisan masing-masing calon presiden saling serang dengan menggunakan kata-kata sampah dan menimbulkan banyak fitnah. Naudzubillahimindzalik….

Meskipun presidennya sudah benar-benar terpilih dan sah secara hukum, Perang kata-kata kotor netizen itu sampai sekarang terus berlangsung, masih ada pendukung calon presiden yang hingga kini belum rela kalau calonnya kalah dan masih terus melakukan hujatan serta cacian baik kepada pemerintahan terpilih maupun terhadap pendukunya, begitupun sebaliknya pendukung pemerintahan pun lebih memilih menyerang balik dengan ungkapan kotor yang serupa, sehingga terjadilah perang ungkapan kotor yang tidak layak. Kadang saya risih sendiri melihat begitu gampangnya ke dua kelompok ini saling menghujat dan mengeluarkan kata-kata kotor, toh mereka tidak membawa manfaat apapun dari perbincangan mereka.

Padahal Allah SWT berfirman :

وَاخْفِضْ جَنَاحَكَ لِلْمُؤْمِنِينَ

“Dan berendah dirilah kamu terhadap orang-orang yang beriman. ” (QS. Al Hijr: 88)

Syaikh Muhammad Al Amin Asy Syinqithi mengatakan, “’Berendah dirilah‘ yang dimaksud dalam ayat ini hanya untuk mengungkapkan agar seseorang berlaku lemah lembut dan tawadhu’ (rendah diri).”[1] Jadi sebenarnya ayat ini berlaku umum untuk setiap perkataan dan perbuatan, yaitu kita diperintahkan untuk berlaku lemah lembut. Ayat ini sama maknanya dengan firman Allah Ta’ala,

فَبِمَا رَحْمَةٍ مِّنَ الله لِنتَ لَهُمْ وَلَوْ كُنْتَ فَظّاً غَلِيظَ القلب لاَنْفَضُّواْ مِنْ حَوْلِكَ

“ Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu.” (QS. Ali Imron: 159). 

Yang dimaksud dengan bersikap keras di sini adalah bertutur kata kasar.[2] Dengan sikap seperti ini malah membuat orang lain lari dari kita.

Al Hasan Al Bashri mengatakan, “Berlaku lemah lembut inilah akhlaq Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam yang di mana beliau diutus dengan membawa akhlaq yang mulia ini.”[3]

Keutamaan Bertutur Kata yang Baik

Pertama: Sebab Mendapatkan Ampunan dan Sebab Masuk Surga

Dari Abu Syuraih, ia berkata pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,

يَا رَسُولَ اللَّهِ، دُلَّنِي عَلَى عَمِلٍ يُدْخِلُنِي الْجَنَّةَ

“Wahai Rasulullah, tunjukkanlah padaku suatu amalan yang dapat memasukkanku ke dalam surga.” Beliau bersabda,

إِنَّ مِنْ مُوجِبَاتِ الْمَغْفِرَةِ بَذْلُ السَّلامِ، وَحُسْنُ الْكَلامِ

“Di antara sebab mendapatkan ampunan Allah adalah menyebarkan salam dan bertutur kata yang baik.”[4]

Kedua: Mendapatkan Kamar yang Istimewa di Surga Kelak

Dari ‘Ali, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Di surga terdapat kamar-kamar yang bagian luarnya dapat dilihat dari dalam dan bagian dalamnya dapat dilihat dari luar.” Kemudian seorang Arab Badui bertanya, “Kamar-kamar tersebut diperuntukkan untuk siapa, wahai Rasulullah?” Beliau pun bersabda,

لِمَنْ أَطَابَ الْكَلاَمَ وَأَطْعَمَ الطَّعَامَ وَأَدَامَ الصِّيَامَ وَصَلَّى لِلَّهِ بِاللَّيْلِ وَالنَّاسُ نِيَامٌ

“Kamar tersebut diperuntukkan untuk siapa saja yang tutur katanya baik, gemar memberikan makan (pada orang yang butuh), rajin berpuasa dan rajin shalat malam karena Allah ketika manusia sedang terlelap tidur.”[5]

Ketiga: Bisa menggantikan Sedekah

Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

الْكَلِمَةُ الطَّيِّبَةُ صَدَقَةٌ

“Tutur kata yang baik adalah sedekah.”[6]

Dari ‘Adi bin Hatim, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

اتَّقُوا النَّارَ وَلَوْ بِشِقِّ تَمْرَةٍ فَإِنْ لَمْ تَجِدُوا فَبِكَلِمَةٍ طَيِّبَةٍ

“Selamatkanlah diri kalian dari siksa neraka, walaupun dengan separuh kurma. Jika kalian tidak mendapatkannya, maka cukup dengan bertutur kata yang baik.”[7]

Ibnul Qayyim mengatakan, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjadikan tutur kata yang baik sebagai pengganti dari sedekah bagi yang tidak mampu untuk bersedekah.”[8]
Ibnu Baththol mengatakan, “Tutur kata yang baik adalah sesuatu yang dianjurkan dan termasuk amalan kebaikan yang utama. Karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam (dalam hadits ini) menjadikannya sebagaimana sedekah dengan harta. Antara tutur kata yang baik dan sedekah dengan harta memiliki keserupaan. Sedekah dengan harta dapat menyenangkan orang yang diberi sedekah. Sedangkan tutur kata yang baik juga akan menyenangkan mukmin lainnya dan menyenangkan hatinya. Dari sisi ini, keduanya memiliki kesamaan (yaitu sama-sama menyenangkan orang lain).”[9]

Keempat: Menyelematkan Seseorang dari Siksa Neraka

Dalilnya adalah hadits Adi bin Hatim di atas. Ibnu Baththol mengatakan, “Jika tutur kata yang baik dapat menyelamatkan dari siksa neraka, berarti sebaliknya, tutur kata yang kotor (jelek) dapat diancam dengan siksa neraka.”[10]

Kelima: Dapat Menghilangkan Permusuhan

Ibnu Baththol mengatakan, “Ketahuilah bahwa tutur kata yang baik dapat menghilangkan permusuhan dan dendam kesumat. Lihatlah firman Allah Ta’ala,

ادْفَعْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ فَإِذَا الَّذِي بَيْنَكَ وَبَيْنَهُ عَدَاوَةٌ كَأَنَّهُ وَلِيٌّ حَمِيمٌ

“Tolaklah (kejelekan itu) dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia.” (QS. Fushilat: 34-35). Menolak kejelekan di sini bisa dengan perkataan dan tingkah laku yang baik.”[11]

Sahabat yg mulia, Ibnu ‘Abbas –radhiyallahu ‘anhuma– mengatakan, “Allah memerintahkan pada orang beriman untuk bersabar ketika ada yang membuat marah, membalas dengan kebaikan jika ada yang buat jahil, dan memaafkan ketika ada yang buat jelek. Jika setiap hamba melakukan semacam ini, Allah akan melindunginya dari gangguan setan dan akan menundukkan musuh-musuhnya. Malah yang semula bermusuhan bisa menjadi teman dekatnya karena tingkah laku baik semacam ini.”

Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan, “Namun yang mampu melakukan seperti ini adalah orang yang memiliki kesabaran. Karena membalas orang yg menyakiti kita dengan kebaikan adalah suatu yang berat bagi setiap jiwa.”[12]

Di antara pro dan kontra atas diterbitkannya Ujaran Kebencian ini, saya pribadi medukung penuh Ujaran Kebencian ini di teribitkan, mengingat sudah semakin risihnya saya dengan berbagai ungkapan dari para Netizen yang mengeluarkan rangkaian kata dan kalimat yang saya anggap tidak layak dan tidak bertanggung jawab.

Semoga dikemudian hari peraturan ini bisa mendisiplinkan Netizen dalam menggunakan mesia sosial sehingga bisa dipergunakan lebih bijak dan lebih bermanfaat bagi kehidupan berbangsa dan bernegara.


[1] Adhwaul Bayan, Muhammad Al Amin Asy Syinqithi, 3/238, Dar Ilmi Al Fawaid.
[2] Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, Ibnu Katsir, 3/233, Muassasah Qurthubah.
[3] Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 3/232,
[4] HR. Thobroni dalam Mu’jam Al Kabir no. 469 (Maktabah Al ‘Ulum wal Hikam, cetakan kedua, 1404 H). Al ‘Iroqi dalam Takhrij Al Ihya’ (2/246) mengatakan bahwa sanad hadits ini jayyid (bagus). Syaikh Al Albani dalam As Silsilah Ash Shohihah (1035) mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih dan perowinya terpercaya.
[5] HR. Tirmidzi no. 1984 dan Ahmad (1/155). Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan.
[6] HR. Ahmad (2/316) dan disebutkan oleh Al Bukhari dalam kitab shahihnya secara mu’allaq (tanpa sanad). Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih sesuai syarat Bukhari-Muslim.
[7] HR. Bukhari no. 6023 dan Muslim no. 1016.
[8] ‘Iddatush Shobirin wa Dzakhirotusy Syakirin, Ibnu Qayyim Al Jauziyah, hal. 109, Mawqi’ Al Waroq
[9] Syarh al Bukhari, Ibnu Baththol, 17/273, Asy Syamilah.
[10] Syarh al Bukhari, 4/460.
[11] Syarh al Bukhari, 17/273.
[12] Lihat Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 12/243.
[13] Literatur remajaislam.com "lemah-lembutlah-dalam-bertutur-kata"


No comments:

Post a Comment