Wednesday 11 November 2015

Kebingungan Suparman Ketika Mendapatkan Transfer 5 Milyar



Baru-baru ini kita dihebohkan dengan kasus salah transfer di salah satu nasabah rekening Bank BNI. Suparman pria yang tingal di Kecamatan Ngabang, Kabupaten Landak, Kalimantan Barat, mendapat transfer nyasar sebanyak 5 miliar, jumlah yang sangat fantastis bagi pria yang hanya memiliki usaha tempat permainan Bilyar ini. 

Tanpa berpikir panjang Suparman pun langsung mengambil uang tersebut dengan beberapa kali penarikan dalam beberapa hari. Sudah total Rp. 2,2 milyar uang yang dia ambil dan transfer ke rekening lain. Mungkin aji mumpung rejeki nomplok yang melatar belakangi Suparman sehingga dia mengambil uang tersebut dan mentrasfernya ke rekening lain. Apakah yang dilakukan oleh Suparman merupakan tindak pidana karena menggunakan dana itu untuk kepentingan pribadi?

Menurut ketentuan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2011 tentang Transfer Dana (“UU 3/2011”), yang menyebutkan:

“Transfer Dana adalah rangkaian kegiatan yang dimulai dengan perintah dari Pengirim Asal yang bertujuan memindahkan sejumlah Dana kepada Penerima yang disebutkan dalam Perintah Transfer Dana sampai dengan diterimanya Dana oleh Penerima”

Transaksi yang peroleh Suparman adalah murni transaksi transfer dana. Namun yang menjadi permasalahannya adalah, apakah penggunaan dana hasil salah transfer tersebut merupakan tindak pidana?

Di dalam ketentuan Pasal 85 UU 3/2011, yang menyebutkan:

“Setiap orang yang dengan sengaja menguasai dan mengakui sebagai miliknya dana hasil transfer yang diketahui atau patut diketahui bukan haknya dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah)”

Salah satu rumusan unsur dari pasal tersebut di atas adalah “dengan sengaja menguasai dan mengakui sebagai miliknya dana hasil transfer yang diketahui atau patut diketahui bukan haknya”. Dan di dalam ketentuan Pasal 372 KUHP, yang mengatur tentang tindak pidana penggelapan, yang selengkapnya berbunyi:

“Barangsiapa dengan sengaja dan melawan hukum memiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain, tetapi yang ada di dalam kekuasaan bukan karena kejahatan, diancam dengan pidana penggelapan, dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah”

Saya rasa sudah jelas berdasarkan UU yang ada, penggunaan uang hasil transfer kesasar adalah di larang dan sebaiknya uang tersebut dilaporkan dan di kembalikan kepada pemiliknya.

Apa yang seharusnya dilakukan oleh Suparman terhadap uang yang diperolehnya yaitu mengembalikan uang tersebut kepada yang berhak, tetapi jika harta tersebut tidak   bisa dikembalikan kepada yang berhak, karena tidak diketahui beritanya ataupun karena alasan lainnya, maka boleh diinfakkan untuk kemaslahatan kaum muslimin dan tidak boleh dimakan.  Harta semacam ini  termasuk dalam katagori “ hak manusia ”

Kaedah tersebut didasarkan pada dalil-dalil sebagai berikut :

Pertama : Firman Allah swt :

يا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلَّا أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِنْكُمْ وَلا تَقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيماً

“ Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.” (Qs. an-Nisa’ : 29 )

Kedua : Hadist Abdullah bin Umar ra, bahwasanya Rasulullah saw bersabda :

لَا تُقْبَلُ صَلَاةٌ بِغَيْرِ طُهُورٍ وَلَا صَدَقَةٌ مِنْ غُلُولٍ

“ Tidak diterima shalat tanpa bersuci, dan tidak diterima sedekah dari hasil penggelapan harta ghanimah. “ ( HR Muslim, no :  329 )

Ketiga : Hadist Abu Hurairah ra, bahwasanya ia berkata :

ثم ذَكَرَ الرَّجُلَ يُطِيلُ السَّفَرَ أَشْعَثَ أَغْبَرَ يَمُدُّ يَدَيْهِ إِلَى السَّمَاءِ يَا رَبِّ يَا رَبِّ وَمَطْعَمُهُ حَرَامٌ وَمَشْرَبُهُ حَرَامٌ وَمَلْبَسُهُ حَرَامٌ وَغُذِيَ بِالْحَرَامِ فَأَنَّى يُسْتَجَابُ لِذَلِكَ


“ Kemudian Nabi shallallahu 'alaihi wasallam menceritakan tentang seroang laki-laki yang telah lama berjalan karena jauhnya jarak yang ditempuhnya. Sehingga rambutnya kusut, masai dan berdebu. Orang itu mengangkat tangannya ke langit seraya berdo'a: "Wahai Tuhanku, wahai Tuhanku." Padahal, makanannya dari barang yang haram, minumannya dari yang haram, pakaiannya dari yang haram dan diberi makan dengan makanan yang haram, maka bagaimanakah Allah akan memperkenankan do'anya?." ( HR Muslim, no : 1686 )

Keempat : Kisah Mughirah bin Syu’bah  :

وَكَانَ الْمُغِيرَةُ صَحِبَ قَوْمًا فِي الْجَاهِلِيَّةِ فَقَتَلَهُمْ وَأَخَذَ أَمْوَالَهُمْ ثُمَّ جَاءَ فَأَسْلَمَ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَمَّا الْإِسْلَامَ فَأَقْبَلُ وَأَمَّا الْمَالَ فَلَسْتُ مِنْهُ فِي شَيْءٍ

“Dahulu Al Mughirah di masa jahiliyah pernah menemani suatu kaum, lalu dia membunuh dan mengambil harta mereka. Kemudian dia datang dan masuk Islam. Maka Nabi saw berkata saat itu: "Adapun keIslaman maka aku terima. Sedangkan mengenai harta, aku tidak ada sangkut pautnya sedikitpun" (HR Bukhari No : 2529)


Islam selalu mengajarkan ummatnya untuk memakan makanan halal dari harta yang halal pula dan melarang memakan yang halal dari harta yang haram karena nantinya jadi makanan yang haram untuk dimakan.

Makanan yang haram bisa di kategorikan menjadi 2 :

1. Ada yang diharamkan karena dzatnya. Maksudnya asal dari makanan tersebut memang sudah haram, seperti: bangkai, darah, babi, anjing, khamar, dan selainnya.

2. Ada yang diharamkan karena suatu sebab yang tidak berhubungan dengan dzatnya. Maksudnya asal makanannya adalah halal, akan tetapi dia menjadi haram karena adanya sebab yang tidak berkaitan dengan makanan tersebut. Misalnya: makanan dari hasil mencuri, upah perzinahan, sesajen perdukunan, makanan yang disuguhkan dalam acara-acara yang bid’ah, dan lain sebagainya.

Satu hal yang sangat penting untuk diyakini oleh setiap muslim adalah bahwa apa-apa yang Allah telah halalkan baik harta benda maupun berupa makanan, maka disitu ada kecukupan bagi mereka (manusia) untuk tidak mengkonsumsi makanan yang haram baik makanannya maupun makanan yang di dapatkan melalui harta yang haram.

No comments:

Post a Comment