Tuesday, 10 November 2015

Setyo Joko Sunaryo dan Kesembilan Istrinya

© Ilustrasi : sumsel.tribunnews.com

Beberapa hari yang lalu saya memposting tentang Ana Abdul Hamid dan poligaminya, yang berujung pada pengunggahan Video dirinya yang menyatakan tersiksa karena telah berbagi suami dengan perempuan yang lain. (baca : ana-abdul-hamid-dan-polygaminya). Nah kali ini ada cerita berbeda dari seorang laki-laki yang juga berpoligami dan telah memiliki sembilan orang istri.

Sosok Setyo Sunaryo adalah salah satu lelaki yang paling berbahagia di dunia, karena bisa mempersunting 9 orang perempuan untuk dijadikan istrinya, lelaki asal kecamatan Ngabang, Kabupaten Landak, Kalimantan barat ini merasa bahagia hidup bersama istri-istrinya. Melalui 9 Istrinya Setyo dikaruniai 16 orang anak dan sempat menghebohkan jagad Netizen karena dia tinggal serumah dengan 6 istrinya.
Dalam agama Islam memiliki istri lebih dari satu bukan hal yang dilarang, sesuai dengan firman Allah SWT :

وَإِنْ خِفْتُمْ أَلاَّ تُقْسِطُواْ فِي الْيَتَامَى فَانكِحُواْ مَا طَابَ لَكُم مِّنَ النِّسَاء مَثْنَى وَثُلاَثَ وَرُبَاعَ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلاَّ تَعْدِلُواْ فَوَاحِدَةً أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ ذَلِكَ أَدْنَى أَلاَّ تَعُولُواْ

“Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi; dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja.” [QS. An-Nisa’: 3].

Ayat ini menjelaskan bahwa Allah Subhanahu Wata'ala membolehkan seorang laki-laki menikahi wanita lebih dari satu, dan juga memerintahkan untuk menikahi satu satu istri saja bila ia khawatir tak mampu berbuat adil. Nabi sendiri memiliki sembilan istri. Maka sebagaimana ucapan beliau adalah dalil, begitu juga dengan perbuatan beliau.

Ada sebagian ummat muslimin menolak hukum poligami dan berusaha mencari justifikasi dari Al-Qur'an dan hadits yang mendukung sikap anti mereka. Biasnya mereka berdalil melalui Surat berikut 

وَلَنْ تَسْتَطِيعُوا أَنْ تَعْدِلُوا بَيْنَ النِّسَاءِ وَلَوْ حَرَصْتُمْ فَلا تَمِيلُوا كُلَّ الْمَيْلِ فَتَذَرُوهَا كَالْمُعَلَّقَةِ وَإِنْ تُصْلِحُوا وَتَتَّقُوا فَإِنَّ اللَّهَ كَانَ غَفُورًا رَحِيمًا

Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil di antara istri-istri (mu), walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian, karena itu janganlah kamu terlalu cenderung (kepada yang kamu cintai), sehingga kamu biarkan yang lain terkatung-katung. Dan jika kamu mengadakan perbaikan dan memelihara diri (dari kecurangan), maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. [An-Nisa: 129]

Ini adalah dalil bahwa poligami itu haram  sebab dalam ayat ini dijelaskan ketidakmungkinan bagi para suami untuk berlaku adil. ini artinya poligami sebenarnya tidak diperbolehkan, karena kebolehan itu tergantung dari syarat "adil" yang mustahil dilakukan.

Jika itu benar maka tentunya wajib bagi Rasulullah shallallahu’alayhiwasallam dan para sahabatnya radhiyallahu’anhum untuk menceraikan istri-istri mereka seketika setelah turunnya ayat ini dan cukup bagi mereka satu istri saja. Akan tetapi mereka semua tidak melakukannya. Sekali-kali tidak mungkin Rasulullah shallallahu’alyhiwasallam dan para sahabatnya radhiyallahu’anhum menyelisihi dengan sengaja perintah Allah subhanahuwata’ala.

Nah pertanyaannya, bagaimana cara menggabungkan dua ayat tadi? keadilan bagaimanakah yang dikehendaki? Inilah penjelasan dari para ‘ulama besar kaum muslimin Imam Al-Qurthubi:

Imam Al-Qurthubi berkata: “Allah mengabarkan ketidakmampuan merealisasikan keadilan di antara para istri adalah dalam masalah cinta, jima’ dan bagian hati. Allah telah menjelaskan sifat manusia bahwa mereka adalah makhluk yang tidak mampu menguasai kecondongan hati mereka terhadap sebagian, tidak  kepada sebagai yang lain.”

Oleh karena itulah Rasulullah shallallahu’alayhiwasallam membagi nafkah di antara para istri beliau dengan adil kemudian bersabda  [yang artinya]: “Ya Allah, ini adalah pembagianku terhadap apa yang aku mampu menguasainya, maka janganlah mencelaku terhadap apa yang Engkau kuasai dan tidak kukuasai [maksudnya adalah hati]<HR. Abu DAwud: 1822>

Kemudian Allah melarang berlebih-lebihan dalam kecenderungan dengan firman-Nya [yang artinya]: “Karena itu jangalah kamu terlalu cenderung [kepada yang kamu cintai]” maksud ayat ini adalah janganlah kalian sengaja berbuat buruk sebagaimana dikatakan oleh Mujahid [Ahli tafsir besar dari kalangan tabi’in sekaligus murid Ibnu ‘Abbas radhiyallahu’anhu]:

“Konsistenlah untuk berbuat adil dalam pembagian giliran dan nafkah, dikarenakan ini termasuk hal yang mampu diusahakan.” [Lihat: Al-Jami’ Li Ahkamil Quran].
Rasulullah shallallahu’alayhiwasallam bersabda: “Barang siapa memiliki dua istri, dan tidak  berbuat adil di antara keduanya, maka dia akan datang pada hari kiamat dalam keadaan separuh badannya miring” [HR. Abu Dawud, Tirmidzi, Nasa’i dan Ibnu Majah]

Yang dimaksud disini adalah yang tidak berbuat adil dalam nafkah dan menginap bukan dalam masalah cinta dan hasrat hati. Tidak ada seorangpun yang mampu menguasai hatinya kecuali Rabb yg menciptakan hati-hati tersebut.
Sedangkan keadilan yang disyaratkan adalah adil secara lahir yang bisa dilakukan oleh manusia yaitu perhatian, bimbingan, pelayanan kebutuhan bukan keadilan dalam cinta, kasih sayang dan jima’ [seks] yang itu semua kembali kepada minat hati.

Tentunya ada beberapa syarat yang harus kita penuhi apabila mau menjalankan sunnah nabi dalam berpoligami, menurut Syaikh Mustafa Al-Adawiy. Beliau menyebutkan bahwa hukum poligami adalah sunnah. Dalam kitabnya ahkamun nikah waz zafaf, beliau mempersyaratkan 4 hal:

1- Seorang yang mampu berbuat adil

Seorang pelaku poligami, harus memiliki sikap adil di antara para istrinya. Tidak boleh ia condong kepada salah satu istrinya. Hal ini akan mengakibatkan kezhaliman kepada istri-istrinya yang lain. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (yang artinya), “Siapa saja orangnya yang memiliki dua istri lalu lebih cenderung kepada salah satunya, pada hari kiamat kelak ia akan datang dalam keadaan sebagian tubuhnya miring.” (HR. Abu Dawud, An-Nasa-i, At-Tirmidzi)

Selain adil, ia juga harus seorang yang tegas. Karena boleh jadi salah satu istrinya merayunya agar ia tetap bermalam di rumahnya, padahal malam itu adalah jatah bermalam di tempat istri yang lain. Maka ia harus tegas menolak rayuan salah satu istrinya untuk tetap bermalam di rumahnya.

Jadi, jika ia tak mampu melakukan hal itu, maka cukup satu istri saja. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “…kemudian jika kamu khawatir tidak mampu berbuat adil, maka nikahilah satu orang saja…” (QS. An-Nisa: 3)

2- Aman dari lalai beribadah kepada Allah

Seorang yang melakukan poligami, harusnya ia bertambah ketakwaannya kepada Allah, dan rajin dalam beribadah. Namun ketika setelah ia melaksanakan syariat tersebut, tapi malah lalai beribadah, maka poligami menjadi fitnah baginya. Dan ia bukanlah orang yang pantas dalam melakukan poligami.

Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya di antara isteri-isterimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu, maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka…” (QS. At-Taghabun: 14)

3- Mampu menjaga para istrinya

Sudah menjadi kewajiban bagi suami untuk menjaga istrinya. Sehingga istrinya terjaga agama dan kehormatannya. Ketika seseorang berpoligami, otomatis perempuan yang ia jaga tidak hanya satu, namun lebih dari satu. Ia harus dapat menjaga para istrinya agar tidak terjerumus dalam keburukan dan kerusakan.
Misalnya seorang yang memiliki tiga orang istri, namun ia hanya mampu memenuhi kebutuhan biologis untuk dua orang istrinya saja. Sehingga ia menelantarkan istrinya yang lain. Dan hal ini adalah sebuah kezhaliman terhadap hak istri. Dampak yang paling parah terjadi, istrinya akan mencari kepuasan kepada selain suaminya, alias berzina. Wal iyyadzubillah!

Padahal Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (yang artinya), “Wahai para pemuda, siapa saja di antara kalian yang memiliki kemapuan untuk menikah, maka menikahlah…” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

4- Mampu memberi nafkah lahir

Hal ini sangat jelas, karena seorang yang berpoligami, wajib mencukupi kebutuhan nafkah lahir para istrinya. Bagaimana ia ingin berpoligami, sementara nafkah untuk satu orang istri saja belum cukup? Orang semacam ini sangat berhak untuk dilarang berpoligami.

Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Dan orang-orang yang tidak mampu menikah, hendaklah menjaga kesucian (dirinya), sampai Allah memberikan kemampuan kepada mereka dengan karunia-Nya…” (QS. An-Nur: 33)

Demikianlah penjelasan saya mengenai praktik poligami hukum dan syaratnya. Semoga pak Setyo Sunaryo bisa berbuat adil dalam membina bahtera poligaminya bersama istri-istrinya.

Kutipan :


No comments:

Post a Comment