© Ilustrasi : sumsel.tribunnews.com
Beberapa hari yang lalu saya memposting tentang Ana Abdul
Hamid dan poligaminya, yang berujung pada pengunggahan Video dirinya yang
menyatakan tersiksa karena telah berbagi suami dengan perempuan yang lain.
(baca : ana-abdul-hamid-dan-polygaminya). Nah kali ini ada cerita
berbeda dari seorang laki-laki yang juga berpoligami dan telah memiliki
sembilan orang istri.
Sosok Setyo Sunaryo adalah salah satu lelaki yang paling berbahagia di dunia, karena bisa mempersunting 9 orang perempuan untuk
dijadikan istrinya, lelaki asal kecamatan Ngabang, Kabupaten Landak, Kalimantan
barat ini merasa bahagia hidup bersama istri-istrinya. Melalui 9 Istrinya Setyo
dikaruniai 16 orang anak dan sempat menghebohkan jagad Netizen karena dia
tinggal serumah dengan 6 istrinya.
Dalam agama Islam memiliki istri lebih dari satu bukan
hal yang dilarang, sesuai dengan firman Allah SWT :
وَإِنْ خِفْتُمْ أَلاَّ تُقْسِطُواْ فِي الْيَتَامَى فَانكِحُواْ
مَا طَابَ لَكُم مِّنَ النِّسَاء مَثْنَى وَثُلاَثَ وَرُبَاعَ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلاَّ
تَعْدِلُواْ فَوَاحِدَةً أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ ذَلِكَ أَدْنَى أَلاَّ تَعُولُواْ
“Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi;
dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil,
maka (kawinilah) seorang saja.” [QS. An-Nisa’: 3].
Ayat ini menjelaskan bahwa Allah Subhanahu Wata'ala
membolehkan seorang laki-laki menikahi wanita lebih dari satu, dan juga
memerintahkan untuk menikahi satu satu istri saja bila ia khawatir tak mampu
berbuat adil. Nabi sendiri memiliki sembilan istri. Maka sebagaimana ucapan
beliau adalah dalil, begitu juga dengan perbuatan beliau.
Ada sebagian ummat muslimin menolak hukum poligami dan
berusaha mencari justifikasi dari Al-Qur'an dan hadits yang mendukung sikap
anti mereka. Biasnya mereka berdalil melalui Surat berikut
وَلَنْ تَسْتَطِيعُوا أَنْ تَعْدِلُوا بَيْنَ النِّسَاءِ وَلَوْ
حَرَصْتُمْ فَلا تَمِيلُوا كُلَّ الْمَيْلِ فَتَذَرُوهَا كَالْمُعَلَّقَةِ وَإِنْ تُصْلِحُوا
وَتَتَّقُوا فَإِنَّ اللَّهَ كَانَ غَفُورًا رَحِيمًا
Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil di
antara istri-istri (mu), walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian, karena
itu janganlah kamu terlalu cenderung (kepada yang kamu cintai), sehingga kamu
biarkan yang lain terkatung-katung. Dan jika kamu mengadakan perbaikan dan
memelihara diri (dari kecurangan), maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi
Maha Penyayang. [An-Nisa: 129]
Ini adalah dalil bahwa poligami itu haram sebab
dalam ayat ini dijelaskan ketidakmungkinan bagi para suami untuk berlaku adil.
ini artinya poligami sebenarnya tidak diperbolehkan, karena kebolehan itu
tergantung dari syarat "adil" yang mustahil dilakukan.
Jika itu benar maka tentunya wajib bagi Rasulullah
shallallahu’alayhiwasallam dan para sahabatnya radhiyallahu’anhum untuk
menceraikan istri-istri mereka seketika setelah turunnya ayat ini dan cukup
bagi mereka satu istri saja. Akan tetapi mereka semua tidak melakukannya.
Sekali-kali tidak mungkin Rasulullah shallallahu’alyhiwasallam dan para
sahabatnya radhiyallahu’anhum menyelisihi dengan sengaja perintah Allah
subhanahuwata’ala.
Nah pertanyaannya, bagaimana cara menggabungkan dua ayat tadi? keadilan bagaimanakah yang dikehendaki? Inilah penjelasan dari para ‘ulama
besar kaum muslimin Imam Al-Qurthubi:
Imam Al-Qurthubi berkata: “Allah mengabarkan
ketidakmampuan merealisasikan keadilan di antara para istri adalah dalam
masalah cinta, jima’ dan bagian hati. Allah telah menjelaskan sifat manusia
bahwa mereka adalah makhluk yang tidak mampu menguasai kecondongan hati mereka
terhadap sebagian, tidak kepada sebagai yang lain.”
Oleh karena itulah Rasulullah shallallahu’alayhiwasallam
membagi nafkah di antara para istri beliau dengan adil kemudian bersabda
[yang artinya]: “Ya Allah, ini adalah pembagianku terhadap apa yang aku mampu
menguasainya, maka janganlah mencelaku terhadap apa yang Engkau kuasai dan
tidak kukuasai [maksudnya adalah hati]<HR. Abu DAwud: 1822>
Kemudian Allah melarang berlebih-lebihan dalam
kecenderungan dengan firman-Nya [yang artinya]: “Karena itu jangalah kamu
terlalu cenderung [kepada yang kamu cintai]” maksud ayat ini adalah janganlah
kalian sengaja berbuat buruk sebagaimana dikatakan oleh Mujahid [Ahli tafsir
besar dari kalangan tabi’in sekaligus murid Ibnu ‘Abbas radhiyallahu’anhu]:
“Konsistenlah untuk berbuat adil dalam pembagian giliran
dan nafkah, dikarenakan ini termasuk hal yang mampu diusahakan.” [Lihat:
Al-Jami’ Li Ahkamil Quran].
Rasulullah shallallahu’alayhiwasallam bersabda: “Barang
siapa memiliki dua istri, dan tidak berbuat adil di antara keduanya, maka
dia akan datang pada hari kiamat dalam keadaan separuh badannya miring” [HR.
Abu Dawud, Tirmidzi, Nasa’i dan Ibnu Majah]
Yang dimaksud disini adalah yang tidak berbuat adil dalam
nafkah dan menginap bukan dalam masalah cinta dan hasrat hati. Tidak ada
seorangpun yang mampu menguasai hatinya kecuali Rabb yg menciptakan hati-hati
tersebut.
Sedangkan keadilan yang disyaratkan adalah adil secara
lahir yang bisa dilakukan oleh manusia yaitu perhatian, bimbingan, pelayanan
kebutuhan bukan keadilan dalam cinta, kasih sayang dan jima’ [seks] yang itu
semua kembali kepada minat hati.
Tentunya ada beberapa syarat yang harus kita penuhi
apabila mau menjalankan sunnah nabi dalam berpoligami, menurut Syaikh
Mustafa Al-Adawiy. Beliau menyebutkan bahwa hukum poligami adalah sunnah. Dalam
kitabnya ahkamun nikah waz zafaf, beliau mempersyaratkan 4 hal:
1- Seorang yang mampu berbuat adil
Seorang pelaku poligami, harus memiliki sikap adil di
antara para istrinya. Tidak boleh ia condong kepada salah satu istrinya. Hal
ini akan mengakibatkan kezhaliman kepada istri-istrinya yang lain. Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (yang artinya), “Siapa saja orangnya
yang memiliki dua istri lalu lebih cenderung kepada salah satunya, pada hari
kiamat kelak ia akan datang dalam keadaan sebagian tubuhnya miring.” (HR. Abu
Dawud, An-Nasa-i, At-Tirmidzi)
Selain adil, ia juga harus seorang yang tegas. Karena
boleh jadi salah satu istrinya merayunya agar ia tetap bermalam di rumahnya,
padahal malam itu adalah jatah bermalam di tempat istri yang lain. Maka ia
harus tegas menolak rayuan salah satu istrinya untuk tetap bermalam di
rumahnya.
Jadi, jika ia tak mampu melakukan hal itu, maka cukup
satu istri saja. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “…kemudian jika kamu
khawatir tidak mampu berbuat adil, maka nikahilah satu orang saja…” (QS.
An-Nisa: 3)
2- Aman dari lalai beribadah kepada Allah
Seorang yang melakukan poligami, harusnya ia bertambah
ketakwaannya kepada Allah, dan rajin dalam beribadah. Namun ketika setelah ia
melaksanakan syariat tersebut, tapi malah lalai beribadah, maka poligami
menjadi fitnah baginya. Dan ia bukanlah orang yang pantas dalam melakukan
poligami.
Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Hai orang-orang
yang beriman, sesungguhnya di antara isteri-isterimu dan anak-anakmu ada yang
menjadi musuh bagimu, maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka…” (QS.
At-Taghabun: 14)
3- Mampu menjaga para istrinya
Sudah menjadi kewajiban bagi suami untuk menjaga
istrinya. Sehingga istrinya terjaga agama dan kehormatannya. Ketika seseorang
berpoligami, otomatis perempuan yang ia jaga tidak hanya satu, namun lebih dari
satu. Ia harus dapat menjaga para istrinya agar tidak terjerumus dalam
keburukan dan kerusakan.
Misalnya seorang yang memiliki tiga orang istri, namun ia
hanya mampu memenuhi kebutuhan biologis untuk dua orang istrinya saja. Sehingga
ia menelantarkan istrinya yang lain. Dan hal ini adalah sebuah kezhaliman
terhadap hak istri. Dampak yang paling parah terjadi, istrinya akan mencari
kepuasan kepada selain suaminya, alias berzina. Wal iyyadzubillah!
Padahal Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (yang
artinya), “Wahai para pemuda, siapa saja di antara kalian yang memiliki
kemapuan untuk menikah, maka menikahlah…” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
4- Mampu memberi nafkah lahir
Hal ini sangat jelas, karena seorang yang berpoligami,
wajib mencukupi kebutuhan nafkah lahir para istrinya. Bagaimana ia ingin
berpoligami, sementara nafkah untuk satu orang istri saja belum cukup? Orang
semacam ini sangat berhak untuk dilarang berpoligami.
Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Dan orang-orang
yang tidak mampu menikah, hendaklah menjaga kesucian (dirinya), sampai Allah
memberikan kemampuan kepada mereka dengan karunia-Nya…” (QS. An-Nur: 33)
Demikianlah penjelasan saya mengenai praktik poligami
hukum dan syaratnya. Semoga pak Setyo Sunaryo bisa berbuat adil dalam membina
bahtera poligaminya bersama istri-istrinya.
Kutipan :
No comments:
Post a Comment