Thursday, 12 February 2015

Kecelakaan Pesawat TransAsia. Human Error dan Pembunuhan yang Tidak Disengaja....

                               

                                       © Ilustrasi cdn.klimg.com (merdeka.com)

Kekasih Allah.- Setelah kecelekaan yang menimpa pesawat Airasia Indonesia beberapa waktu lalu, beruntun terjadi beberapa kecelakaan pesawat yang menenimpa beberapa maskapai di dunia, diantarnya yaitu kecelakaan yang terjadi pada maskapai TransAsia dengan no penerbangan GE235 yang menewaskan 42 orang pada awal bulan Februari ini, tentunya kecelakaan ini memberikan kesan sedih bagi keluarga yang di tinggalkan. 

Kejadian kecelakaan pesawat ini memunculkan beberapa spekulasi, Spekulasi yang paling mendekati adalah adanya human error atau kesalahan operasi pesawat oleh Pilot, beberapa pilot pada maskapai ini diyakini kurang memahami operasional pesawat berjenis ATR seri 600 ini, bahkan setelah diadakan tes penerbangan lisan, terdapat 10 pilot dinyatakan tidak lulus. (baca : transasia-crash-pilot-tests)

Pada kasus ini saya mencoba melihat dari sisi kecelakaan yang mengakibatkan terbunuhnya nyawa manusia karena human error . Dalam pandangan Islam ada tiga kategori pembunuhan yang disebutkan dalam al-Qur'an dan Hadits, yaitu pembunuhan yang disengaja ('amd), semi sengaja (syiobh 'amd) dan tidak disengaja (khatha'). 

pada kasus kecelakaan TransAsia ini termasuk jenis pembunuhan tidak disengaja. Pembunuhan yang tidak disengaja adalah: pembunuhan yang tidak dimaksudkan, atau dimaksudkan dengan obyek tertentu, tapi mengenai orang lain. [1] Dengan demikian, jelas bahwa kecelakaan ini termasuk al-qatl al-khatha`; karena telah terjadi kematian tanpa ada maksud membunuh dari sang Pilot. 

Pembunuhan kategori ini memiliki beberapa konsekuensi yaitu: 


1. Tidak ada qishâsh (hukuman berupa tindakan yang sama dengan kejahatan pelaku). Allâh Azza wa Jalla berfirman: 

وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ أَنْ يَقْتُلَ مُؤْمِنًا إِلَّا خَطَأً ۚ وَمَنْ قَتَلَ مُؤْمِنًا خَطَأً فَتَحْرِيرُ رَقَبَةٍ مُؤْمِنَةٍ وَدِيَةٌ مُسَلَّمَةٌ إِلَىٰ أَهْلِهِ إِلَّا أَنْ يَصَّدَّقُوا 
"Dan barangsiapa membunuh seorang Mukmin dengan tidak sengaja, (hendaklah) ia memerdekakan seorang budak yang beriman serta membayar diyat yang diserahkan kepada keluarganya, kecuali jika mereka bersedekah (tidak mengambilnya)." [an-Nisâ/4:92].

Dalam ayat ini, Allâh Azza wa Jalla tidak menyebutkan qishâsh di antara kewajiban yang harus dilakukan pelaku qatl khatha`. Dan pembunuhan yang menyebabkan qishâsh hanyalah pembunuhan yang disengaja ('amd).[2] 

2. Kewajiban membayar diyât, sebagaimana dijelaskan dalam ayat di atas. Adapun besarnya adalah seratus ekor unta untuk setiap jiwa Muslim pria. Dalam Sunan an-Nasâ'i hadits no. 4.871, diriwayatkan bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menulis dalam surat beliau: 

فِي النَّفْسِ مِئَةٌ مِنَ الإِبِلِ

"Diyat nyawa adalah seratus ekor unta."

Ibnu Hibbân rahimahullah dan al-Hâkim rahimahullah menghukumi shahih hadits ini, sementara al-Albâni melemahkannya. Namun kandungan hadits ini disepakati oleh seluruh Ulama, sebagaimana dinukil oleh Imam Syâfi'i rahimahullah, Imam Ibnul Mundzir rahimahullah dan Imam Ibnu ‘Abdil Barr rahimahullah.[3]

Diyat untuk Muslimah adalah setengahnya, yakni lima puluh ekor. Jika tidak ada unta, diyat bisa dibayarkan dengan uang senilai seratus ekor unta[4]. Dan berbeda dengan pembunuhan disengaja yang diyatnya ditanggung oleh pelaku/Pilot, pembayaran diyat ini ditanggung oleh ahli waris pelaku/Pilot, yaitu keluarga dari pihak ayah, dan bisa diangsur selama tiga tahun.[5]

3. Kewajiban membayar kaffârah, yaitu dengan membebaskan budak Mukmin sebagaimana penjelasan ayat di atas, atau jika tidak ada, berpuasa dua bulan berturut-turut. Allâh Azza wa Jalla berfirman di ayat yang sama:

فَمَنْ لَمْ يَجِدْ فَصِيَامُ شَهْرَيْنِ مُتَتَابِعَيْنِ تَوْبَةً مِنَ اللَّهِ

"Maka barangsiapa yang tidak memperolehnya, (hendaklah ia) berpuasa dua bulan berturut-turut sebagai cara taubat kepada Allâh." [an-Nisâ/4:92]

Besaran kaffârah ini disesuaikan dengan jumlah korban meninggal menurut pendapat sebagian Ulama. Jadi dengan sembilan korban tewas, penabrak harus membebaskan sembilan budak Mukmin, atau berpuasa dua bulan berturut-turut sembilan kali [6]. Sementara sebagian Ulama berpendapat cukup dengan satu kaffârah saja [7].

Adapun korban luka, jika luka yang dialami mengakibatkan hilangnya anggota tubuh atau hilangnya fungsi anggota, syariah Islam juga telah mewajibkan diyât masing-masing secara terperinci. Demikian pula biaya pengobatan mereka dan barang-baarng yang rusak akibat kecelakaan menjadi tanggungan pelaku/Pilot [8]. 

TIDAK PERLU TA’ZIR UNTUK KASUS INI 
Di samping hukuman-hukuman yang telah ditetapkan berupa qishâsh, diyât, kaffârat dan hudûd, Islam juga memberikan wewenang kepada pemerintah untuk memberikan hukuman yang setimpal kepada rakyat yang melanggar; demi mewujudkan kemaslahatan dan kehidupan yang diridhai Allâh Azza wa Jalla . Hukuman-hukuman yang tidak ditentukan syariat ini disebut ta'zir, dan bisa berupa hukuman cambuk, penjara, pengasingan, denda, hingga hukuman mati. Pada kasus-kasus tertentu yang membahayakan negara atau kehidupan rakyat banyak , pemerintah bisa menerapkan hukuman mati [9]. Namun karena dalam kasus ini syariat telah menetapkan hukumannya berupa diyât dan kaffârah, tidak perlu lagi ada ta'zir [10]. 


Redaksi...

Footnote
[1]. As-Sirâj al-Wahhâj hlm. 87. 
[2]. As-Sirâj al-Wahhâj hal. 87. 
[3]. Al-Umm 12/379 , al-Isyrâf 2/133, dan at-Tamhîd 17/381. 
[4]. As-Sirâj al-Wahhâj hal. 480. 
[5]. As-Sirâj al-Wahhâj hal. 737, at-Tasyrî' al-Jinâ`i al-Islâmi 2/176. 
[6]. Ahkâm Hawâdits al-Murûr fi asy-Syarî'ah al-Islâmiyyah, bab Khâtimah. (http://www.islamfeqh.com/Nawazel/NawazelItem.aspx?NawazelItemID=760)
[7]. http://www.islamfeqh.com/Nawazel/NawazelItem.aspx?NawazelItemID=1344
[8]. http://www.saaid.net/Doat/Zugail/222.htm
[9]. Asy-Syarh al-Mumti' 14/303, 317, http://www.alfawzan.af.org.sa/index.php?q=node/5683 
[10]. Asy-Syarh al-Mumti' 14/311. (sumber)

No comments:

Post a Comment